Kemarin, Rabu 29 Sep 2010, tiba2 bapak mengajak saya ke Semarang. Pagi itu sebenarnya, saya mau les setir mobil , tapi bapak mangajak saya ke semarang, mendadak ke semarang judulnya. Jam 8 pagi berangkat ke semarang. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un,tujuan kami untuk melayat istri teman bapak dari BPN jepara Pak bambang) yang meninggal karena kanker payudara stadium 4 ya. Setelah sampai di sana, sy bertemu dengan keluarga mereka dan mendoakan istri teman bapak bernama bu tri itu. Beliau awalnya didiagnosa kanker payudara stadium 3 itu 2 tahun lalu, ya keluarga mereka tidak mengira siy, karena tiba2 bsa divonis seperti itu. Beliau tetap bersabar menjalani ujian itu tapi setelah proses kemoterapi dan pengobatan alternatif selama hampir 2 tahun, Allah memanggil beliau tanggal 28 sep kemarin, dan 29 sep dikebumikan, semoga amal ibadah beliau diterima Allah Subhanahu wata'ala.
Ya, penyakit kanker ini kadang2 terdeteksinya bisa belakangan, budhe saya dari mojokerto juga pernah mengalami kanker payudara beberapa tahun lalu, tapi alhamdulillah, setelah operasi, pengobatan alternatif, dan kemoterapi , beliau sembuh. Segala penyakit sebenarnya ada obatnya, Insya Allah, selama kita berusaha dan berdoa. Pagi ini sekitar pukul 3.30, ketika membuka email mailing list KAGAMA UGM, ada satu kisah inspiratif tentang penanganan kanker, semoga ini bisa menjadi ibroh / pelajaran bagi kita, Insya Allah
saya kutip dari tabloid nova
sumber : http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=11600
Berjuang Melawan Kanker Paru
MENDAPAT MUKJIZAT SETELAH SEMPAT KOMA
MENDAPAT MUKJIZAT SETELAH SEMPAT KOMA
Meski sempat koma beberapa saat, Reshita Ambarsekar Ratri Astuti S.E (30) yang divonis kanker paru oleh dokter, tak patah semangat. Kini ,ibu satu anak yang tinggal di Yogyakarta ini ia sudah bisa bekerja lagi. Berikut kesaksian yang ia berikan untuk Anda, Pembaca Setia.
Tak seorang pun di dunia ini yang mau mengidap penyakit apa pun, terlebih penyakit kanker yang mengerikan itu. Tapi bila Anda divonis kanker, jangan pernah merasa dunia kiamat. Jangan pula merasa Allah sedang bertindak tak adil terhadap kita. Bersabarlah. Dengan bersabar dan berusaha berobat sebaik-baiknya, kita akan menemukan hikmah positif di balik cobaan itu.
Cobaan itulah yang sedang kualami saat ini. Aku adalah penderita kanker yang sudah merasakan semua hikmah di balik penyakitku. Salah satunya, Allah sayang sekali sama aku. Allah sedang mengingatkan aku melalui penyakit kanker di rongga paru. Istilah kedokterannya Hodghin Limphoma type Nodular Sclerosis stadium 4. Atau bahasa mudahnya, ada sel kanker liar di rongga paru yang sudah menyebar dari paru kiri ke kanan.
Selain itu, aku menjadi sadar, ternyata orang-orang di sekitarku sayang kepadaku. Ketika seseorang sakit, yang sakit bukan hanya yang bersangkutan, melainkan juga keluarganya. Terbukti suamiku, Agus Nazarudin, setiap saat selalu mendampingiku. Dia tidak pernah mengeluh sedikit pun.
Anakku, Daffa (3) juga penuh pengertian ketika ibunya sakit. Aku sempat terharu saat suatu hari Daffa mencari bapaknya hanya karena mau minum susu. "Bunda, kan, juga bisa membuatkan susu," kataku. "Bunda, kan, sakit," jawabnya. Aku terharu mendengarnya.
DADA SEPERTI DITUSUK
Sebelum terdeteksi kanker, sejak tahun 1999 hingga awal tahun 2000, aku sudah sering batuk dan sesak napas. Bila batuk, dadaku sakit seperti ditusuk-tusuk. Penyakit ini tak kunjung sembuh meski aku sudah ke dokter. Waktu itu, aku sudah bekerja sebagai sekretaris di program Magister Manajemen sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
Suatu hari aku berobat ke ke dokter spesialis paru-paru dan pernapasan. Rupanya dokter detail sekali menanyakan hal-hal yang menurut dokter mencurigakan. Mungkin mengira aku menderita tubercolosis, dokter menyarankan aku dirongent.
Lain hari aku datang lagi menyerahkan hasil rongent. Tak kuduga dokter langsung menyuruhku segera opname. Awalnya aku masih takut. Dokter membujukku karena TBC-ku negatif. Aku menyerah. Dokter segera melakukan bronscoscopy untuk mengambil jaringan di dalam dadaku. Selanjutnya dibiopsi. Hasilnya aku terdekteksi Hodghgin limphoma stadium 4.
Dokter memintaku untuk menjalani kemoterapi. Aku menjalaninya tanpa rawat inap. Setelah dikemoterapi, aku langsung pulang ke rumah. Begitulah, aku terus melakukan pengobatan sampai selesai paket kemoterapi. Kupikir semua akan segera berlalu dan selesailah pengobatan. Apalagi aku sudah merasa baikan dan tidak batuk-batuk lagi.
Penyakitku ini juga kuceritakan kepada seorang pemuda yang waktu itu baru kukenal. Kami bertemu April tahun 2001. Kala itu, pemuda bernama Agus yang kini jadi suamiku, sedang menempuh pendidikan di tempatku. Pertemuan pertama membuat kami saling jatuh hati. Tanpa melalui proses pacaran, pemuda itu mengajakku menikah.
Nah, saat itulah kuutarakan bahwa aku pernah punya kanker, tapi penyakitku sudah dinyatakan bersih. "Setiap penyakit pasti ada obatnya. Allah pasti memberi jalan," jawab Agus. Tenteram aku mendengarnya.
Rupanya orang tua kami juga sama-sama merestui. Bulan Juli,Mas Agus bersama orangtuanya melamarku. Januari 2002 kami menikah tanpa proses pacaran. Prinsip kami menikah dulu baru pacaran.
Tak seorang pun di dunia ini yang mau mengidap penyakit apa pun, terlebih penyakit kanker yang mengerikan itu. Tapi bila Anda divonis kanker, jangan pernah merasa dunia kiamat. Jangan pula merasa Allah sedang bertindak tak adil terhadap kita. Bersabarlah. Dengan bersabar dan berusaha berobat sebaik-baiknya, kita akan menemukan hikmah positif di balik cobaan itu.
Cobaan itulah yang sedang kualami saat ini. Aku adalah penderita kanker yang sudah merasakan semua hikmah di balik penyakitku. Salah satunya, Allah sayang sekali sama aku. Allah sedang mengingatkan aku melalui penyakit kanker di rongga paru. Istilah kedokterannya Hodghin Limphoma type Nodular Sclerosis stadium 4. Atau bahasa mudahnya, ada sel kanker liar di rongga paru yang sudah menyebar dari paru kiri ke kanan.
Selain itu, aku menjadi sadar, ternyata orang-orang di sekitarku sayang kepadaku. Ketika seseorang sakit, yang sakit bukan hanya yang bersangkutan, melainkan juga keluarganya. Terbukti suamiku, Agus Nazarudin, setiap saat selalu mendampingiku. Dia tidak pernah mengeluh sedikit pun.
Anakku, Daffa (3) juga penuh pengertian ketika ibunya sakit. Aku sempat terharu saat suatu hari Daffa mencari bapaknya hanya karena mau minum susu. "Bunda, kan, juga bisa membuatkan susu," kataku. "Bunda, kan, sakit," jawabnya. Aku terharu mendengarnya.
DADA SEPERTI DITUSUK
Sebelum terdeteksi kanker, sejak tahun 1999 hingga awal tahun 2000, aku sudah sering batuk dan sesak napas. Bila batuk, dadaku sakit seperti ditusuk-tusuk. Penyakit ini tak kunjung sembuh meski aku sudah ke dokter. Waktu itu, aku sudah bekerja sebagai sekretaris di program Magister Manajemen sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
Suatu hari aku berobat ke ke dokter spesialis paru-paru dan pernapasan. Rupanya dokter detail sekali menanyakan hal-hal yang menurut dokter mencurigakan. Mungkin mengira aku menderita tubercolosis, dokter menyarankan aku dirongent.
Lain hari aku datang lagi menyerahkan hasil rongent. Tak kuduga dokter langsung menyuruhku segera opname. Awalnya aku masih takut. Dokter membujukku karena TBC-ku negatif. Aku menyerah. Dokter segera melakukan bronscoscopy untuk mengambil jaringan di dalam dadaku. Selanjutnya dibiopsi. Hasilnya aku terdekteksi Hodghgin limphoma stadium 4.
Dokter memintaku untuk menjalani kemoterapi. Aku menjalaninya tanpa rawat inap. Setelah dikemoterapi, aku langsung pulang ke rumah. Begitulah, aku terus melakukan pengobatan sampai selesai paket kemoterapi. Kupikir semua akan segera berlalu dan selesailah pengobatan. Apalagi aku sudah merasa baikan dan tidak batuk-batuk lagi.
Penyakitku ini juga kuceritakan kepada seorang pemuda yang waktu itu baru kukenal. Kami bertemu April tahun 2001. Kala itu, pemuda bernama Agus yang kini jadi suamiku, sedang menempuh pendidikan di tempatku. Pertemuan pertama membuat kami saling jatuh hati. Tanpa melalui proses pacaran, pemuda itu mengajakku menikah.
Nah, saat itulah kuutarakan bahwa aku pernah punya kanker, tapi penyakitku sudah dinyatakan bersih. "Setiap penyakit pasti ada obatnya. Allah pasti memberi jalan," jawab Agus. Tenteram aku mendengarnya.
Rupanya orang tua kami juga sama-sama merestui. Bulan Juli,Mas Agus bersama orangtuanya melamarku. Januari 2002 kami menikah tanpa proses pacaran. Prinsip kami menikah dulu baru pacaran.
sumber : http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=11600
best regard FWH
diselesaikan pada 5.03 pagi di karanganyar tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar