Entri Populer

Senin, 14 Januari 2013

KISAH NYATA : Hidup Bocah Polos Zhang Da

KISAH NYATA : Hidup Bocah Polos Zhang Ta
Menginspirasi Banyak Orang
Zhang Da harus menanggung beban hidup
yang berat ketika usianya masih sangat
belia. Tahun 2001, ketika usianya menjelang
10 tahun, Zhang Da harus menerima
kenyataan ibunya
lari dari rumah. Sang ibu kabur karena tak
tahan dengan kemiskinan yang mendera
keluarganya. Yang lebih tragis, si ibu pergi
karena merasa tak sanggup lagi mengurus
suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan
tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi
keluarganya.
Maka Zhang Da yang tinggal berdua dengan
ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-
alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus
mengurus ayahnya, mencari nafkah,
mencari makanan, memasaknya,
memandikan sang ayah, mencuci pakaian,
mengobatinya, dan sebagainya.
Yang patut dihargai, ia tak mau putus
sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia pergi
ke sekolah berjalan kaki melewati hutan
kecil dengan mengikuti jalan menuju
tempatnya mencari ilmu. Selama dalam
perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa
mengenyangkan perutnya, mulai dari
memakan rumput, dedaunan, dan jamur-
jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi
bahan makanannya, ia menyeleksinya
berdasarkan pengalaman. Ketika satu
tumbuhan merasa tak cocok dengan
lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke
tanaman berikut. Sangat beruntung karena
ia tak memakan dedaunan atau jamur yang
beracun.
Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli
makanan dan obat untuk sang ayah, Zhang
Da bekerja sebagai tukang batu. Ia
membawa keranjang di punggung dan pergi
menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan
untuk membeli aneka kebutuhan seperti
obat-obatan untuk ayahnya, bahan
makanan untuk berdua, dan sejumlah buku
untuk ia pejalari.
Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya
tak hanya membutuhkan obat yang harus
diminum, tetapi diperlukan obat yang harus
disuntikkan. Karena tak mampu membawa
sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat,
Zhang Da justru mempelajari bagaimana
cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia
pelajari caranya. Setelah bisa ia membeli
jarum suntik dan obatnya lalu
menyuntikkannya secara rutin pada sang
ayah.
Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya
hingga sampai lima tahun. Rupanya
kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing,
Provinsi Zhejiang, menarik pemerintahan
setempat. Pada Januari 2006 pemerintah
China menyelenggarakan penghargaan
nasional pada tokoh-tokoh inspiratif
nasional. Dari 10 nama pemenang, satu di
antaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata
ia menjadi pemenang termuda.
Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran
langsung televisi secara nasional. Zhang Da
si pemenang diminta tampil ke depan
panggung. Seorang pemandu acara
menanyakan kenapa ia mau berkorban
seperti itu padahal dirinya masih anak-anak.
"Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh
menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan.
Harus menjalani hidup dengan penuh
tanggung jawab," katanya.
Setelah itu suara gemuruh penonton
memberinya applaus. Pembawa acara
menanyainya lagi. "Zhang Da, sebut saja apa
yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa
yang kamu inginkan. Berapa uang yang
kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah
dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang
kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini
ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang
terkenal yang hadir. Saat ini juga ada
ratusan juta orang yang sedang melihat
kamu melalui layar televisi, mereka bisa
membantumu!" papar pembawa acara.
Zhang Da terdiam. Keheningan pun
menunggu ucapannya. Pembawa acara
harus mengingatkannya lagi. "Sebut saja!"
katanya menegaskan.
Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15
tahun pun mulai membuka mulutnya
dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan
itu, dan juga jutaan orang yang
menyaksikannya langsung melalui televisi,
terdiam menunggu apa keinginan Zhang Da.
"Saya mau mama kembali. Mama kembalilah
ke rumah, aku bisa membantu papa, aku
bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!"
kata Zhang Da yang disambut tetesan air
mata haru para penonton.
Zhang Da tak meminta hadiah uang atau
materi atas ketulusannya berbakti kepada
orangtuanya. Padahal saat itu semua yang
hadir bisa membantu mewujudkannya. Di
mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari
sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang
ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar